Joseph Stalin: Perjalanan Hidup Sang Diktator Besi yang Mengubah Sejarah Dunia
Joseph Stalin—nama yang melekat dalam sejarah dunia sebagai salah satu pemimpin paling berpengaruh di abad ke-20. Pria dengan julukan "Diktator Besi" ini telah meninggalkan jejak yang tidak terhapuskan dalam perjalanan sejarah politik global. Dari masa kecilnya yang penuh kesulitan hingga kepemimpinannya yang kontroversial di Uni Soviet, Stalin telah membentuk dinamika politik dunia dengan cara yang mengejutkan dan seringkali mengerikan. Artikel ini mengupas perjalanan hidup Stalin, kebijakan-kebijakannya, serta dampak kepemimpinannya yang hingga kini masih terasa di berbagai belahan dunia.
Masa Kecil dan Pembentukan Karakter
Dari Kegori ke Sejarah Dunia
Joseph Vissarionovich Stalin—yang lahir dengan nama asli Ioseb Besarionis dze Jughashvili—lahir pada 18 Desember 1878 di kota Gori, Georgia, yang saat itu merupakan bagian dari Kekaisaran Rusia. Sebagai anak semata wayang dari pasangan Besarion Jughashvili dan Ekaterine Geladze, masa kecil Stalin jauh dari kata mudah.
Dikelilingi Kemiskinan dan Kekerasan
Besarion, ayah Stalin, bekerja sebagai tukang sepatu di bengkel milik orang lain. Meskipun awalnya keluarga mereka hidup berkecukupan, kondisi ekonomi keluarga semakin memburuk seiring waktu. Kemiskinan ini diperparah dengan kebiasaan mabuk Besarion yang seringkali berujung pada kekerasan dalam rumah tangga. Baik Stalin kecil maupun ibunya sering menjadi sasaran pukulan Besarion.
Pendidikan dan Pembentukan Ideologi
Tidak tahan dengan kekerasan yang dialami, pada tahun 1883, Ekaterine membawa Stalin meninggalkan rumah. Setelah berpindah-pindah tempat tinggal dan bekerja keras sebagai pembantu rumah tangga, Ekaterine akhirnya mampu menyekolahkan Stalin di Sekolah Gereja Ortodoks Gori pada September 1888.
Di sekolah, Stalin menunjukkan kecerdasan akademis yang luar biasa, meskipun sering terlibat perkelahian. Ia juga menunjukkan bakat di bidang seni—melukis, bermain drama, menulis puisi, dan bernyanyi di paduan suara gereja. Atas prestasinya, pada Agustus 1894, Stalin mendapatkan beasiswa untuk belajar di Seminari Teologi Ortodoks Rusia di Tiflis.
Ironisnya, justru di seminari inilah Stalin mulai kehilangan minat pada agama dan malah tertarik pada gerakan revolusioner. Ia bergabung dengan klub buku terlarang yang memperkenalkannya pada gagasan-gagasan revolusioner dan karya Karl Marx, "Das Kapital". Teori Marxisme ini kemudian menjadi landasan ideologi politiknya di kemudian hari.
Awal Karir Politik dan Revolusioner
Bergabung dengan Gerakan Sosialis
Setelah meninggalkan seminari pada April 1899, Stalin bekerja sebagai ahli meteorologi di observatorium Tiflis. Pekerjaan dengan beban ringan ini memberinya banyak waktu untuk terlibat dalam kegiatan revolusioner. Ia bergabung dengan kelompok sosialis Marxis Georgia dan mulai mengorganisir pertemuan rahasia pekerja.
Menentang Kekaisaran Tsar
Aktivitas revolusioner Stalin semakin menonjol ketika ia berhasil mengorganisir aksi mogok skala besar pada perayaan Hari Buruh (May Day) tahun 1900. Tindakan ini membuatnya diburu oleh Okhrana, polisi rahasia kekaisaran Rusia. Meskipun harus bersembunyi dan sering berpindah tempat, Stalin tetap aktif dalam gerakan sosialis dan bahkan terpilih menjadi anggota Komite Tiflis dari Partai Buruh Sosial Demokrat Rusia (RSDLP) pada November 1901.
Strategi Kekerasan dan Pengasingan
Strategi Stalin dalam perjuangannya kerap melibatkan kekerasan. Ia mengorganisir pemogokan dan demonstrasi yang seringkali berujung bentrok dengan pihak berwenang. Pada April 1902, Stalin ditangkap dan divonis pengasingan selama tiga tahun di Siberia Timur. Namun, ia berhasil melarikan diri dan kembali ke Tiflis untuk melanjutkan kegiatan revolusionernya.
Revolusi Rusia dan Kebangkitan Stalin
Membentuk Pasukan Bersenjata
Memanfaatkan kekacauan yang terjadi di Kekaisaran Rusia setelah pembantaian pengunjuk rasa di Saint Petersburg pada Januari 1905, Stalin membentuk pasukan pertempuran Bolshevik. Pasukan ini digunakan untuk melucuti senjata polisi dan tentara setempat, menyerbu gudang senjata pemerintah, dan mengumpulkan dana melalui sistem "perlindungan" terhadap bisnis lokal.
Pertemuan dengan Lenin
Pada November 1905, Stalin bertemu dengan Vladimir Lenin untuk pertama kalinya di Konferensi Bolshevik di Saint Petersburg. Meskipun sangat menghormati Lenin, Stalin tidak selalu sepakat dengan pandangannya, terutama mengenai strategi politik. Namun, kedekatan mereka mulai terbangun dan Stalin kemudian diundang oleh Lenin untuk bergabung dengan Komite Sentral Bolshevik pertama pada Januari 1912.
Kudeta dan Pengambilalihan Kekuasaan
Puncak perjuangan revolusioner Stalin terjadi pada Oktober 1917, ketika ia bersama Lenin dan Leon Trotsky melakukan kudeta untuk menggulingkan pemerintahan sementara Rusia. Kudeta sukses dilakukan, dengan pasukan Bolshevik mengambil alih infrastruktur vital seperti pembangkit listrik, kantor pos, bank negara, dan jembatan-jembatan penting.
Setelah Lenin mendeklarasikan dirinya sebagai ketua pemerintahan baru, Stalin mendapat posisi penting dalam kelompok informal yang memimpin pemerintahan. Stalin dan Trotsky menjadi satu-satunya orang yang diizinkan menemui Lenin tanpa perlu membuat janji terlebih dahulu—menunjukkan posisi istimewa keduanya dalam pemerintahan baru.
Kebangkitan Stalin sebagai Diktator
Kematian Lenin dan Perebutan Kekuasaan
Ketika Lenin terkena serangan stroke pada Mei 1922 yang membuatnya lumpuh sebagian, Stalin yang cukup dekat dengannya mengambil banyak peran dalam pemerintahan. Setelah kematian Lenin pada Januari 1924, Stalin bertanggung jawab mengurus pemakaman dan menjadi salah satu yang menggotong jenazahnya.
Kekosongan kepemimpinan pasca kematian Lenin memicu pertarungan kekuasaan yang intens. Stalin menghadapi saingan utamanya, Leon Trotsky, namun dengan strategi politiknya yang cerdik dan basis dukungan yang luas, Stalin berhasil memarginalkan Trotsky dan mengambil alih kendali pemerintahan.
Industrialisasi Paksa dan Kolektivitasi
Setelah mengkonsolidasikan kekuasaannya pada akhir 1920-an, Stalin meluncurkan serangkaian kebijakan radikal untuk mengubah Uni Soviet. Salah satunya adalah Rencana Lima Tahun yang bertujuan mengubah Uni Soviet dari negara agraris menjadi kekuatan industri.
Kebijakan lainnya adalah kolektivitasi pertanian yang memaksa petani untuk menyerahkan tanah mereka ke kolektif negara. Kebijakan ini berujung pada "dekulakisasi"—penindasan terhadap petani kaya (kulak) yang menolak kebijakan tersebut. Lebih dari 320.000 rumah tangga terkena dampak kebijakan ini pada Juli 1930, dengan banyak di antaranya diasingkan atau dikirim ke kamp konsentrasi.
Kebijakan Kontroversial Stalin
Pembersihan Besar (Great Purge)
Pada 1930-an, Stalin meluncurkan kampanye teror yang dikenal sebagai "Pembersihan Besar" (Great Purge). Tujuannya adalah menghilangkan perlawanan dan memastikan kesetiaan mutlak terhadap rezimnya. Kampanye ini menargetkan:
- Oposisi politik internal di Partai Komunis, termasuk Leon Trotsky
- Perwira militer yang dianggap ancaman
- Intelektual, penulis, seniman, dan ilmuwan yang tidak sejalan dengan ideologi Stalin
Pembersihan ini melibatkan pengadilan massal, interogasi brutal, dan pengakuan yang sering diperoleh melalui penyiksaan. Jutaan orang dihukum mati atau dikirim ke kamp-kamp kerja paksa yang dikenal sebagai Gulag.
Kebijakan Budaya yang Ketat
Stalin juga menerapkan kebijakan ketat dalam ranah budaya, yang bertujuan membangun budaya yang sejalan dengan ideologi komunis. Periode ini, yang dikenal sebagai "Zaman Besi", ditandai dengan pengendalian ketat terhadap seni, sastra, dan media. Seniman dan penulis harus mengikuti panduan ideologi Partai Komunis, membatasi kreativitas dan ekspresi artistik.
Stalin dan Perang Dunia II
Pakta dengan Nazi Jerman
Sebelum pecahnya Perang Dunia II, Stalin menandatangani Pakta Molotov-Ribbentrop dengan Jerman Nazi pada 1939. Pakta ini bersifat non-agresi dan mencakup pembagian pengaruh di Eropa Timur. Meskipun kontroversial, pakta ini memberikan waktu bagi Stalin untuk mempersiapkan Uni Soviet menghadapi ancaman Jerman.
Invasi Jerman dan Perlawanan Soviet
Pada 22 Juni 1941, Jerman Nazi melanggar pakta tersebut dan melancarkan invasi terhadap Uni Soviet dengan Operasi Barbarossa. Stalin awalnya terkejut, tetapi segera memimpin upaya pertahanan dan memobilisasi sumber daya untuk menghadapi invasi.
Pertempuran Stalingrad dan Pertempuran Kursk menjadi momen krusial dalam perlawanan Uni Soviet yang mengubah dinamika perang di Front Timur. Stalin bekerjasama dengan para pemimpin militer seperti Georgi Zhukov untuk mengorganisir pertahanan dan merencanakan serangan balik terhadap pasukan Jerman.
Aliansi dengan Barat
Setelah serangan Jepang ke Pearl Harbor pada Desember 1941, Uni Soviet menjadi sekutu de facto bagi Amerika Serikat dan Inggris. Stalin berpartisipasi dalam konferensi Sekutu seperti Konferensi Tehran (1943) dan Konferensi Yalta (1945), yang membentuk strategi perang dan rencana untuk tatanan dunia pasca-perang.
Perang Dingin dan Warisan Stalin
Pembentukan Blok Timur
Setelah Perang Dunia II, Stalin menggunakan pengaruhnya untuk membentuk pemerintahan komunis di negara-negara Eropa Timur yang telah dibebaskan dari pendudukan Nazi. Ini memunculkan Blok Timur, di mana negara-negara seperti Polandia, Romania, dan Cekoslowakia berada di bawah pengaruh Soviet.
Perlombaan Senjata Nuklir
Pada 1945, setelah Amerika Serikat melakukan uji coba bom atom, Stalin memerintahkan pengembangan senjata nuklir Soviet. Ini memulai perlombaan senjata nuklir antara Blok Timur dan Blok Barat, yang memperdalam ketegangan selama Perang Dingin.
Kematian dan Warisan
Stalin meninggal dunia pada 5 Maret 1953 di usia 74 tahun setelah terkena stroke. Kematiannya menandai akhir dari era kepemimpinan yang telah mengubah wajah Uni Soviet dan politik dunia.
Warisan Stalin terus menjadi subjek perdebatan. Di satu sisi, ia berhasil mengubah Uni Soviet menjadi negara superpower industri dan memainkan peran kunci dalam kemenangan melawan Nazi. Di sisi lain, kebijakan represinya telah menyebabkan kematian jutaan orang dan menciptakan trauma sosial yang bertahan lama di masyarakat Soviet.
Setelah kematiannya, pemimpin Soviet berikutnya, terutama Nikita Khrushchev, secara terbuka mengkritik kebijakan Stalin dalam era "destalinisasi". Namun, pemikiran dan ideologinya tetap mempengaruhi kebijakan Soviet selama beberapa dekade berikutnya.
Kesimpulan
Joseph Stalin adalah figur kompleks yang meninggalkan warisan kontroversial dalam sejarah dunia. Dari masa kecilnya yang penuh kesulitan hingga menjadi pemimpin Uni Soviet, perjalanan hidupnya mencerminkan ambisi, kekejaman, dan determinasi yang luar biasa.
Kebijakan-kebijakannya telah mengubah wajah Uni Soviet dan dunia—industrialisasi paksa, kolektivitasi pertanian, pembersihan politik, dan pengaruhnya dalam Perang Dunia II serta Perang Dingin. Meskipun berhasil mengubah Uni Soviet menjadi kekuatan dunia, kebijakan-kebijakannya juga menyebabkan penderitaan bagi jutaan orang.
Memahami perjalanan hidup Stalin memberikan perspektif penting tentang dampak kepemimpinan otoriter dan bagaimana ideologi dapat membentuk sejarah suatu bangsa. Kisah hidupnya tetap menjadi pelajaran berharga tentang kekuasaan, politik, dan harga kemanusiaan yang dibayarkan dalam nama kemajuan.
Bagaimana pendapat Anda tentang figur kontroversial seperti Stalin dalam sejarah? Apakah prestasi industrialisasi dan kemenangan dalam Perang Dunia II dapat membenarkan metode represif yang digunakannya? Bagikan pendapat Anda di kolom komentar di bawah ini.